REVIEW JURNAL
Pandangan Alternatif Pada
Analisis Semantik Kognitif Imbuhan BeR
Jyh Wee Sew
clssjw@nus.edu.sg
Centre for Language Studies
Faculty of Arts and Social Sciences
National University of Singapore
GEMA Online™
Journal of Language Studies
Volume 11(2) May 2011
A.
PENDAHULUAN
Sebelum membahas lebih jauh
mengenai isi paper maka terlebih dahulu akan diterangkan apa yang dimaksud
dengan kognitivisme. Kognitivisme adalah paham atau aliran baru yang menerapkan
kognitif didalam linguistik. Bisa dikatakan baru karena materi atau bab khusus
tentang linguistik
kognitif itu sendiri tidak begitu nampak
pada isi buku School of Linguistic karya
Geoffrey Sampson yang disebut-sebut sebagai buku panduan wajib mahasiswa
linguistik. Linguistik kognitif merupakan cara bagaimana bahasa itu digunakan
sebagai alat untuk mengorganisir atau menyampaikan informasi. Menurut Dr.
Nurhayati M.Hum dalam penyampaian kuliah di kelas teori linguistik magister
lingustik universitas diponegoro, linguistik kognitif menolak objektivisme,
artinya fakta yang ada itu tidak objektif akan tetapi dibentuk karena menerima
experience (pengalaman-pengalaman) yang telah di didapatkan oleh manusia
sebagai pengguna bahasa. Linguistik kognitif memiliki tiga karakteristik,
yaitu: (1) didalam analisisnya, kognitif linguistik lebih dekat dengan semantik
(2) Bagaimana bahasa melakukan fungsi kategorisasi, seperti tenses, aspek-aspek
seperti nomina tunggal, jamak dsb dan (3) Perspektif atau pandangan bahasa itu
berbeda-beda karena cara manusia memandang dunia itu tidaklah objektif.
Secara umum linguistik kognitif
itu dibedakan menjadi dua area, yang pertama adalah
kognitif semantik, dan yang kedua adalah kognitif (pendekatan) ke tata bahasanya / Gramatikal (Evans 2006:48). Meskipun demikian, kognitif linguistik lebih mengacu pada segi makna atau peran makna. Menurut pandangan kognitif, model makna secara semantik tersebut haruslah digambarkan terlebuh dahulu sebelum model secara gramatikal terbentuk. Jadi kedua sistem dari kognitif linguistik ini sangat berkaitan. Ada tiga pendekatan utama dalam kognitif linguistik yaitu (1) Empirisme, atau pengalaman dalam melihat suatu kejadian, pendekatan ini digunakan atau dimanfaatkan untuk mengembangkan kosakata (2) Prominence view / pandangan yang menonjol, pendekatan ini digunakan untuk memilih dan menata sebuah kata (3) Attentional view, yaitu bagian atau peristiwa menarik yang dapat menyita perhatian, dalam hal ini moveable object / objek yang bergerak lebih dipentingkan.
kognitif semantik, dan yang kedua adalah kognitif (pendekatan) ke tata bahasanya / Gramatikal (Evans 2006:48). Meskipun demikian, kognitif linguistik lebih mengacu pada segi makna atau peran makna. Menurut pandangan kognitif, model makna secara semantik tersebut haruslah digambarkan terlebuh dahulu sebelum model secara gramatikal terbentuk. Jadi kedua sistem dari kognitif linguistik ini sangat berkaitan. Ada tiga pendekatan utama dalam kognitif linguistik yaitu (1) Empirisme, atau pengalaman dalam melihat suatu kejadian, pendekatan ini digunakan atau dimanfaatkan untuk mengembangkan kosakata (2) Prominence view / pandangan yang menonjol, pendekatan ini digunakan untuk memilih dan menata sebuah kata (3) Attentional view, yaitu bagian atau peristiwa menarik yang dapat menyita perhatian, dalam hal ini moveable object / objek yang bergerak lebih dipentingkan.
Analis paper yang ada di jurnal
ini menggunakan analisis semantik kognitif. Prinsip analisis semantik kognitif menurut Vyvyan Evans dalam
bukunya Cognitive Linguistics berupa
pembentukan struktur konsep, struktur semantik, representasi makna, dan
pembentukan makna. Jadi kajian yang diteliti bisa berupa bentuk dasar makna,
struktur konsep, semantik ensikopledik, mapping, kategorisasi, makna kata dan
polisemi. Jhy Wee See membuat analisis tentang imbuhan BeR pada bahasa melayu
menggunakan pandangan semantik kognitif. Selebihnya penulis review ini berusaha
menyajikan kembali jurnal ini, melihat objektif dari research yang dilakukan,
mengapa author memilih problem itu, sisi manakah yang menarik dan signifikan,
melihat dimana letak originalitas, masalah apa yang ingin dijawab oleh author,
apakah pendekatan atau aplikasinya baru, apa solusinya, metodenya seperti apa,
apakah metode itu berhasil atau tidak, dimanakah letak kontribusi terbesar dan
apakah masih ada masalah yang belum terjawab. Penulis review ini juga akan
berusaha memberikan komentar, atau memberikan ide lain dengan analisis lain
untuk memecahkan masalah tersebut atau
mungkin juga mencari kelemahan yang ada di paper jurnal ini.
B.
PANDANGAN JHY WEE SEE TENTANG LINGUISTIK
(KOGNITIF)
Di era
akademik sekarang, diskusi ilmiah perlu dikembangkan demi kemajuan ilmu
pengetahuan yang mana berujung ke penyejahtreraann kecerdasan, dan
memartabatkan manusia dan untuk itu perlu pengayaan dan kemantapan ilmu yang
lebih baik. Analisis linguistik modern abad ke-21 ini diharapkan mampu mengembangkan
ilmu-ilmu humaniora, meskipun analisis lingustik modern model kognitif ini
sudah terjadi dalam kurun waktu yang lama sekitar pada tahun 70-an yang
berkaitan atau bertunjang dari aliran transformatif generatif yang diprakasai
oleh Chomsky. Kemudian lahirlah aliran fungsional sebagai cabang linguistik
ilmu alternatif yang terjadi akibat beberapa hal yang bertentangan dengan teori
transformatif generatif. Dari teori fungsional ini lahirlah cabang-cabang kecil
ilmu linguistik yang salah satunya adalah linguistik kognitif. Aliran
linguistik ini terdiri dari prototipe, semantik kognitif, teori metafora, skema
imajiner, pengetahuan kognitif, dan binaan dasar. Tapi tetap saja pecahan
pandangan ini merupakan pandangan kognitif dan tergolong kedalam aliran fungsional.
C. KOGNITIF TANPA RUJUKAN
Kajian perluasan makna berimbuhan
beR-, Jhy Wee Sew menggunakan analisis semantik kognitif yang didasarkan pada
tiga sumber, yaitu Gibbs dan Steen (1997), Lakoff (1987), kemudian Lakoff dan
Johnson (1980). Mereka mengemukakan ide skema imajiner yang dikaitkan dengan
konsep Gestalt dan ilmu psikologi kognitif. Dalam uraian metafora Lakoff dan
Johnson diterapkan kajian berimbuhan beR- tetapi tidak ada pengiktirafan yang
dilakukan dalam analisis berimbuhan beR-. Dua skema penting dalam membicarakan
skema imajiner adalah trajector (subject) dan Landmark (Objek), kedua-duanya
saling berkaitan erat. Pengkaji ini tidak memberikan sumber di dalam istilah
seolah-olah konsep trajector dan landmark adalah istilah yang bebas. Dua
masalah timbul karena istilah trajector dan landmark tidak seharusnya dipakai
sewenang-wenang tetapi istilah-istilah tersebut sebenarnya atas konsep
pengetahuan kognitif yang dipelopori Langacker. Lakoff sendiri membuat rujukan
istilah trajector dan landmark pada bukunya tentang ilmu kognitif. Istilah
tersebut juga muncul dalam kajian teks tentang makna tersurat dan tersirat pada
perkataan over (melampui/tentang).
Kajian ini digunakan dalam buku Lakoff sebagai pendukung bahwan skema imajiner
berfungsi dalam kajian semantik. Masalah kedua istilah trajector dan landmark
dalam kajian imbuhan beR- dalam semantik kognitif harus diperjelas sebelum
konsep Gestalt ditegakkan.
Tindakan mencampuradukkan skema
imajiner Lakoff dan konsep ilmu kognitif Langacker
menimbulkan
beberapa persoalan,yaitu:
1. Bagaimana kita mengetahui skema imajiner dan deskrpsi khayalan konsep Gestalt?
1. Bagaimana kita mengetahui skema imajiner dan deskrpsi khayalan konsep Gestalt?
2.
Apa kaitan trajektor dan landmark dalam konsep Gestalt?
3.
Mengapa rujukan Gestalt dan skema imajiner harus berada dalam rangkuman trajektor
landmark?
Pemahaman tentang ilmu kognitif
yang mendalam diperlukan untuk mengatasi masalah tesebut yang mana menyamakan
figure sebagai trajektor dan ground sebagai landmark. Figure dan ground adalah
keterangan bagi istilah trajektor dan landmark dalam pengetahuan kognitif. Walaupun
keterangan dalam skema imajiner boleh mempergunakan istilah ilmu kognitif.
Konsep ini digunakan landasan sebagai asas dalam kajian makna beR-.
Penggunaan
konsep trajektor dan landmark dalam gambar dibawah (skema pergerakan, skema
reflektif, dan skema bersilangan).
Keterangan:
Untuk
Gambar 1 (Skema Pergerakan) = tidak ada
penjelasan rinci terkait gambar tersebut oleh penulis jurnal, yang ada hanyalah
penjelasan gambar 2 dan gambar 3.
Untuk
Gambar 2 (Skema Reflektif) = Dalam skema ini tenaga dipancarkan terus ke subjek
(agen/tr). Konsep perpindahan tenaga ini digunakan Langacker sebagai metafora
untuk menerangkan relasi. Metafora ini mengandung konsep transitif antara objek
yang lantas dijadikan dasar uraian metafora semantik bagi ayat transitif.
Untuk
Gambar 3 (Skema Bersalingan) = Menyerupai hasil usaha Langacker, kaedah yang
serupa yaitu menggunakan kotak segi empat (berlabel LM). Dibagian bawah diagram
dan penekanan dengan warna hitam pekat serta penggunaan bulatan (berlabel TR)
secara bertentangan. Disamping itu garisan waktu hitam dibawah kotak juga
serupa dengan diagram ilmu kognitif.
D. MITOS IMBUHAN BERMAKNA
Keabstrakan Konsep Gestalt yang
digunakan untuk menguraikan makna kata berawalan beR- tidak dapat dipastikan
ujung pangkalnya dan siapapun berhak menggunakan konsep padanan rujukan dalam
semantik Gestalt. Kata-kata dalam korpus melayu seperti edar,
gegas, gerak, golek, jalan, lalu, siap,
sembunyi, doa, fikir, istighfar, syukur, dan taubat
sudah membawa makna yang serupa dengan data kata kerja
berimbuhan yaitu, beredar, bergegas, bergerak, bergolek,
berjalan, berlalu, bersiap, bersembunyi, berdoa, berfikir,
beristighfar, bersyukur, dan bertaubat.
Para pengkaji juga mencoba
menerjemahkan metafora lubang pada
kata kerja dasar untuk dijadikan tempat perisian struktur bebas yang dikatakan
menyerupai paku. Pandangan ini
hanyalah permainan metafora yang dibumbui nilai semantik. Dari sudut
epistemologi linguistic, makana imbuhan beR- seperti pada kata berlubang digambarkan pada sebuah skema
4. Masalah kaijan makna berimbuhan beR- diutarakan sebagai keterangan semantik
bagi konsep abstrak berkecamuk dan bersahaja.
Bulatan yang dilorekkan merujuk kepada kata adjectif (kecamuk dan sahaja).
Hubungan
Trajektor dan landmark tidak terwujud dalam makna adjektiva pada peringkat
leksikal. Makna ‘hancur-ranap’ dalam bahasa melayu ini terwujud dalam bentuk
‘berkecamuk’ pada subjek dan ‘bersahaja’ pada objek. Berkecamuk maupun
bersahaja memiliki makna emosional tersendiri tanpa sebab. Makna berkecamuk dibawah
berbeda fungsi dari makna berkecamuk ‘kereta
yang berkecamuk masih di tengah
jalan’. Jika diteliti lebih detail, imbuhan beR- tidak bisa dikatakan
memiliki satu fungsi saja, Seperti contoh sbb:
…kahwin yang ditunjukkan oleh anak perempuannya, Rozita dengan perasaan
***berkecamuk***. Sekejap dia
menatap wajah Rozita, sekejap pula pada baring…
… dia nampak Ramlah bekas isterinya, iaitu ibu Rozita. Wajah itu kering
dan
***bersahaja***. Daripada wajah
itu muncul peristiwa demi peristiwa…
E. PERMASALAHAN
Dalam penggolongan semantik, pada
umumnya ada lima jenis penggolongan bermakna dari imbuhan BeR-, yaitu: melakukan
perbuatan, membuat atau melakukan sesuatu pada diri sendiri, membuat atau
melakukan sesuatu sebagai kebiasaan, perbuatan bersalingan, dan keadaan yang
sudah sedia berlaku. ‘Melakukan Sesuatu’ bermakna pergerakan, refleksif,
bersalingan, dan penghasilan.
Dalam makna ‘keadaan yang sudah
berlaku’, penulis jurnal mempermasalahkan sesuatu yang rancu akan pendapat
peneliti sebelumnya yang mana makna yang berpolisemi atau bertindih-tindih
harus di seragamkan fungsinya dalam sebuah tabel fungsi imbuhan beR- atau
secara preskriptif padahal menurut pendapat Jyh Wee menunjukan fungsi yang
berbeda dari apa yang telah disimpulkan. Sayangnya tidak ada atau belum ada
perbaikan yang baik akan masalah tersebut jadi kelayakan atau preskriptif dari
apa yang sudah ada tentang imbuhan BeR-.
Perbedaan makna terhadap kata dasar yang terkena imbuhan BeR- sebelum
dan sesudahnya perlu diteliti lebuh lanjut sebagai ciri morfologi imbuhan
bahasa melayu. Kemudian dia membaca kutipan Lakoff yang menunjukan bahwa ilmu
kognitif menawarkan satu penyelesaian terhadap makna imbuhan BeR- menggunakan
pendekatan semantik kognitif dengan mengadaptasi model keragnka jaringan
radial. Konsep skema imajiner yang telah dibahas atau dikaji oleh pelopor
seperti Lakoff dan Brugmann ataupun Gestalt dalam ilmu psikologinya belum mampu
skema imajiner dalam definisi yang stabil seperti konsep fonem dan kontras
minimal dalam kajian linguistrik. Dalam permasalahan perluasan makna imbuhan
BeR- dalam makna fungsi “melakukan sesuatu” ke makna fungsi “keadaan” perlu ada
bukti diakronik tentang adanya gramatikalisasi yang melunturkan semantik dan
penyusutan makna dan juga terkait masalah morfem dan sintaksis.
F. KESIMPULAN
Jurnal ini berisi tentang kejanggalan
yang ada pada teori atau peringkat analisis ilmu kognitif linguistik terlebih
dalam kajian imbuhan BeR- sangat rumit tanpa adanya keterangan yang lebih dalam
ketuntasan analisis semantik kognitif terlebih jika hanya bersifat preskriptif.
Jhy Wee dengan beberapa kritikan di isi jurnalnya menyarankan agar data
sepenuhnya perlu disertakan sebagai lampiran agar contoh data yang dijabarkan
lebih detail agar tidak terkesan menggunakan atau membahas contoh data yang
berulang-ulang supaya teori atau hipotesis yang dihasilkan dapat menjawab semua
persoalan yang ada. Pada Imbuhan BeR- yang bermakna atau memiliki fungsi
‘Melakukan sesuatu’ tidak ada pembedaan yang jelas antara makna pasif dan
reflektif pada medan semantic BeR-. Ketaksaan atau ambigu bisa yang ada
dikorpus melayu tersebut perlu dikurangi dengan menambahkan data-data tambahan
untuk menyelesaikan atau menyempurnakan uraian morfem yang ada terkait bahasa melayu.
Pada
dasarnya apa yang diutarakan oleh Jhy Wee Sew perlu dipertimbangkan dan
dikembangkan oleh para penulis atau peneliti tentang fungsi affiks BeR- dan
terlebih untuk para pengkaji linguistik kognitif agar bisa disempurnakan lagi. Akan tetapi, jurnal ini masih perlu
perbaikan lagi seperti penjelasan tentang semantik kognitif yang lebih tegas,
juga penjelasan makna gambar yang ada dijurnal tidak ada atau kurang mendetail,
beberapa penulisan yang salah contohnya ‘seerti’ yang seharusnya ditulis ‘seperti’,
dan yang lebih penting lagi solusi atau peran aktif yang digunakan penulis
jurnal dalam penyelesaian masalah masih sangat abstrak dan terkesan ngambang.
Penulis hanya berupaya memberikan saran dan kritikan terhadap teori sebelumnya
tanpa jawaban yang lebih konkret. Jurnal yang dibuat sangat berbeda dengan
format yang umumnya ada dengan poin permasalahan diletakkan diakhir sebelum
kesimpulan. Berbeda dengan jurnal pada umumnya dimana letak atau urutan yang
bagus dikenal dengan istilah IRDC; terdiri dari Introduction, Result,
Discussion, dan Conclusion.
Referensi
Evans, Vyvyan and Green, Melanie.
2006. Cognitive Linguistics.
Edinburg: Edinburg University
Press Ltd.
Sew, Jhy Wee.
2011. GEMA Online™ Journal of Language Studies Volume 11(2)
May 2011:
Pandangan Alternatif Pada Analisis Semantik
Kognitif Imbuhan BeR. National University of
Singapore
sangat membantu terimakasih untuk ilmunya semoga jaya selalu
ReplyDeletesama sama
Deleteini penulisnya siapa ya?
ReplyDelete