BAB
1
PENDAHULUAN
A. Pengertian Filsafat Ilmu dan
Linguistik
1.
Pengertian Filsafat Ilmu
The liang gie (2000; 61) bahwa filsafat ilmu segenap
pemikiran terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut
landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia.
Landasan yang dimaksud menyangkup:
1.
Konsep-konsep
pangkal
2.
Anggapan-anggapan
dasar
3.
Asas-asas
permulaan
4.
Strukttur-struktur
teoritis
5.
Ukuran-ukuran
kebenaran ilmiah
Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran
yang dieksistensi dan pemakarnya bergantung pada hubungan timbal balik dan
saling berpengaruh antara filsafat dangan ilmu.
Hartono dkk dalam bukunya (1990; 17) berpendapat
Filsafat ilmu adalah studi sistematik mengenai sifat dan hakekat ilmu khususnya
yang berkenaan dengan metodenya, konsepnya “sangka wancana”-nya
(presupposition), dan kedudukannya didalam skema umum disiplin intelektual.
Ada tiga telaah mengenai filsafat ilmu:
1.
Filsafat
ilmu adalah suatu telaah kritis terhadap metode yang digunakan oleh ilmuan
tertetu, terhadap lambang-lambang yang diguanakan dan terhadap struktur
penalaran tentang sistem lambang yang diguanakan. Metode telaah; induktif,
deduktif, hipotesis, data, penemuan dan verifikasi.
2.
Filsafat
ilmu adalah upaya untuka mencari kejelasan mengenai dasar-dasar konsep, sangka
wancana, dan postulat. Mengenai ilmu dan upaya untuk membuka tabir dasar-dasar
ke-empiris-an, ke-rasional-an, dan ke-pragmatisa-an. Aspek filsafat ini erat
hubungannya dengan hal-ihwal yang logis dan epistemologis. Jadi peran filsafat
ilmu di sini adalah ganda. Sisi yang pertama filsafat ilmu mencangkup analisis
kritis terhadap nosi (anggapan) dasar, seperti; kuantitas, waktu, ruang, dan
hukum. Pada sisi lain filsafat ilmu mencangkup studi mengenai keyakinan
tertentu. Seperti; keyakinan mengenai dunia “sana”, keyakinan mengenai
kesurupan-keserupan di alam semesta, dan keyakinan mengenai kenalaran proses
alami.
3. Filsafat ilmu adalah studi gabungan
yang terdiri dari beberapa studi yang beraneka macam yang ditunjuan untuk
menetapkan batas yang tegas menganai ilmu tertentu, untuk menguraikan pertautan
atau antar hubungan yang ada pada studi yang satu terhadap studi yang lain dan
untuk mengkaji implikasi sumbangannya terhadap suatu teori, baik teori yang
bersifat semesta maupun teori yang unsur-unsurnya “terpakai” di mana-mana
(pervasive). Yang termasuk teori bersifat kesemestaannya ialah yang berkenaan
dengan idealisme, materialisme, positivisme, mekanisme, teleologi, monisme dan
pluralisme. Adapun yang tergolong teori yang pervasive ialah yang terpakai
untuk menunjang pemecahan masalah dalam rangka skema kebudayaan, seperti; dalam
kaitannya praktik kesenian, studi keamanan, dan moralitas.
Menurut Ahmad Tafasir (2010: 68) mengatakan
bahwa filsafat adalah pengetahuan yang logis dan tidak empiris.
Sementara Ahmad Saebani,(2009; 20) filsafat ilmu adalah filsafat yang
mengkaji seluk-beluk dan tata cara memperoleh suatu pengetahuan, sumber-sumber
pengetahuan, metode dan pendekatan yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan
logis dan rasional.
Dari definisi mengenai filsafat ilmu di atas, maka dapat
dilihat bahwa ruang lingkup filsafat ilmu adalah mengenai tata cara memperoleh
pengetahuan, sumber-sumber pengetahuan serta metode dan pendekatannya.
2.
Pengertian Linguistik
Linguistik
berarti ilmu bahasa. Ilmu bahasa adalah ilmu yang objeknya bahasa.Bahasa di sini maksudnya adalah bahasa yang digunakan
sehari-hari (atau fenomena lingual). Karena bahasa dijadikan objek keilmuan maka ia mengalami
pengkhususan, hanya yang dianggap relevan saja yang diperhatikan (diabstraksi).
Jadi yang diteliti dalam linguistik atau ilmu bahasa adalah bahasa sehari-hari
yang sudah diabstraksi, dengan demikian anggukan, dehem, dan semacamnya bukan
termasuk objek yang diteliti dalam linguistik.
Linguistik
modern berasal dari Ferdinand de Saussure, yang membedakan langue, langage, dan
parole (Verhaar, 1999:3). Langue adalah salah satu bahasa sebagai suatu sistem,
seperti bahasa Indonesia, bahasa Inggris. Langage berarti bahasa sebagai sifat
khas manusia, sedangkan parole adalah bahasa sebagaimana dipakai secara konkret
(dalam bahasa
Indonesia ketiga istilah tadi disebut bahasa saja dan mengacu pada konsep yang
sama). Sejalan dengan hal di
atas, Robins (1992:55) mengatakan bahwa langue merupakan struktur leksikal,
gramatikal, dan fonologis sebuah bahasa, dan struktur ini sudah tertanam dalam
pikiran penutur asli pada masa kanak-kanak sebagai hasil kolektif masyarakat
bahasa yang dibayangkan sebagai suatu kesatuan supraindividual. Dalam
menggunakan bahasanya, penutur bisa berbicara di dalam lingkup langue ini; apa
yang sebenarnya diucapkannya adalah parole, dan satu-satunya kendali yang dapat
dia atur adalah kapan dia harus berbicara dan apa yang harus ia bicarakan. Kaidah
leksikal, gramatikal, dan fonologis telah dikuasai dan dipakai, dan kaidah
tersebut menentukan ruang lingkup pilihan yang dapat dibuat oleh penutur.
Pembedaan ini seperti apa yang dibuat Chomsky, yaitu antara competence (apa
yang secara intuisi diketahui penutur tentang bahasanya) dan performance (apa
yang dilakukan penutur ketika dia menggunakan bahasanya).
Ilmu linguistik sendiri sering disebut
linguistik umum, artinya ilmu linguistik tidak hanya menyelidiki salah satu
bahasa saja tetapi juga menyangkut bahasa pada umumnya. Dengan memakai istilah
de Saussure, dapat dirumuskan bahwa ilmu linguistik tidak hanya meneliti salah
satu langue saja, tetapi juga langage, yaitu bahasa pada umumnya. Sedangkan
linguistik teoretis memuat teori linguistik, yang mencakup sejumlah subbidang,
seperti ilmu tentang struktur bahasa (grammar atau tata bahasa) dan makna
(semantik). Ilmu tentang tata bahasa meliputi morfologi (pembentukan dan
perubahan kata) dan sintaksis (aturan yang menentukan bagaimana kata-kata
digabungkan ke dalam frasa atau kalimat). Selain itu dalam bagian ini juga ada
fonologi atau ilmu tentang sistem bunyi dan satuan bunyi yang abstrak, dan
fonetik, yang berhubungan dengan properti aktual seperti bunyi bahasa atau
speech sound (phone) dan bunyi non-speech sound, dan bagaimana bunyi-bunyi
tersebut dihasilkan dan didengar.
Menurut Verhaar
(1999:9), setiap ilmu pengetahuan biasanya terbagi atas beberapa bidang bawahan, misalnya ada linguistik
antropologis atau cara penyelidikan linguistik yang dimanfaatkan ahli
antropologi budaya, ada sosiolinguistik untuk meneliti bagaimana dalam bahasa
itu dicerminkan hal-hal sosial dalam golongan penutur tertentu. Tetapi
bidang-bidang bawahan tersebut mengandaikan adanya pengetahuan linguistik yang
mendasari. Bidang yang mendasari itu adalah bidang yang menyangkut struktur
dasar tertentu, yaitu struktur bunyi bahasa yang bidangnya disebut fonetik dan
fonologi; struktur kata atau morfologi; struktur antarkata dalam kalimat atau sintaksis;
masalah arti atau makna yang bidangnya disebut semantik; hal-hal yang
menyangkut siasat komunikasi antar orang dalam parole atau pemakaian bahasa,
dan menyangkut juga hubungan tuturan bahasa dengan apa yang dibicarakan, atau
disebut pragmatik. Semakin melebarnya tantangan untuk studi dan analisis
mengenai kebahasaan, membuka sebuah wawasan pemikiran dan pertanyan : Sampai
sejauh mana ilmu linguisti berkembang ?
B. Ruang Lingkup Filsafat Ilmu dan
Linguistik
1. Ruang
Lingkup Filsafat Ilmu
The liang gie (2000; 65) filsafat ilmu dewasa ini telah
berkebang pesat sehingga menjadi suatu bidang pengetahuan yang amat luas dan
sangat mendalam. Lingkupan filsafat ilmu sebagaimana telah dibahas oleh para
filsufi dapat dikemukakan secara ringkas sebagai berikut;
a. Peter Angeles
Menurut filsuf ini, filsafat ilmu mempunyai empat bidang
paling utama yaitu;
1. Telaah mengenai berbagai konsep,
peranggapan, dan metode ilmu, berikut analisis perluasan dan penyusunannya
untuk memperoleh pengetahuan yang lebih ajeg dan cermat.
2. Telaah dan pembenaran mengenai
proses penalaran dalam ilmu berikut struktur perlambangannya.
3. Telaah mengenai saling kaitan
diantara berbagai ilmu.
4. Telaah mengenai akibat-akibat
pengetahuan ilmiah bagi hal-hal yang berkaitan dengan penyerapan dan pemahaman manusia
terhadap realitas, hubungan logika dan matematika dengan realitas, entitas,
teoretis, sumber dan keabsahan pengetahuan, serta sifat dasar manusia.
b. Cornelius Benjamin
Filsuf ini menberi pokok soal filsafat ilmu dalam tiga
bidang:
1. Telaah mengenai metode ilmu, lambang
ilmiah, dan struktur logis dari sistem perlambangan ilmiah. Telaah ini banyak
menyangkut logika dan teori pengetahuan, dan teori umum tentang tanda.
2. Penjelasan mengenai konsep dasar
praanggapan, dan pangkal pendirian ilmu berikut landasan-landasan empiris,
rasional, atau pragmatis yang menjadi tempat tumpuannya.
3. Aneka telaah mengenai saling kait
diantaraberbagai ilmu dan implikasinya bagi teori alam semesta seperti;
idealisme, matrealisme, monisme atau pluraisme.
c. Edward Maden
Filsuf ini berpendapat bahwa apapun lingkupan filsafat umum,
tiga bidang tentu merupakan bahan perbincangan, yaitu:
1. Probabilitas
2. Induksi
3. Hipotesis
d. Israel Scheffler
Filsuf ini berpendapat bahwa filsafat ilmu mencari
pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan
oleh ilmu. Lingkupannya mencangkup tiga bidang yaitu:
1. Peran ilmu dalam masyarakat
2. Dunia sebagaimana digambarkan oleh
ilmu
3. Landasan-landasn ilmu
Berdasarkan perkembangan filsafat ilmu sampai saat ini,
filsuf pengamat John Losee menyimpulkan bahwa filsafat ilmu dapat digolongkan
menjadi empat konsepsi, yaitu:
1. Filsafat ilmu yang berusaha menyusun
pendangan-pandangan dunia yang sesui atau berdasarkan teori-teori ilmiah yang
penting.
2. Filsafat ilmu yang berusaha
memaparkan pranggapan dan kecenderungan para ilmuwan. (misalnya praanggapan
bahwa alam semesta mempunyai keteraturan)
3. Filsafat ilmu sebagai suatu cabang
pengetahuan yang menganalisis dan menerapakan konsep dan teori dari ilmu.
4. Filsafat ilmu sebagai pengetahuan
kritis derajat kedua yang menelaah tentang ilmu sebagai sasarannya.
Bidang garapan Filsafat Ilmu terutama diarahkan pada
komponen‑komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu
ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu
itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan
ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana
(yang) “Ada” itu (being Sein, het zijn). Paham monisme yang
terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham dualisme, pluralisme
dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik yang pada akhimya
menentukan pendapat bahkan keyakinan kita masing‑masing mengenai apa dan
bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.
Epistemologi ilmu meliputi sumber, sarana, dan
tatacara mengunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah).
Perbedaan mengenal pilihan landasan ontologik akan dengan sendirinya
mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal
(Verstand), akal budi (Vernunft)pengalaman, atau
komunikasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud
dalam epistemologik, sehingga dikenal adanya model‑model epistemologik seperti:
rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi
dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula bagaimana kelebihan dan kelemahan
sesuatu model epistemologik beserta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah)
itu seped teori koherensi, korespondesi, pragmatis, dan teori intersubjektif.
Akslologi llmu meliputi nilal‑nilal (values) yang
bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan
sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan,
seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik‑material. Lebih dari
itu nilai‑nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio
sine qua non yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam
melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
2. Ruang
Lingkup Linguistik
Dalam
berbagai kamus umum, linguistik didefinisikan sebagai ‘ilmu bahasa’ atau ‘studi
ilmiah mengenai bahasa’ (Matthews 1997). Dalam The New Oxford Dictionary of
English (2003), linguistik didefinisikan sebagai berikut:
“The scientific study of language and its structure,
including the study of grammar, syntax, and phonetics. Specific branches of
linguistics include sociolinguistics, dialectology, psycholinguistics,
computational linguistics, comparative linguistics, and structural
linguistics.”
Program
studi Ilmu Bahasa mulai jenjang S1 sampai S3, bahkan sampai post-doctoral
program telah banyak ditawarkan di universitas terkemuka, seperti University of
California in Los Angeles (UCLA), Harvard University, Massachusett Institute of
Technology (MIT), University of Edinburgh, dan Oxford University. Hal tersebut
kemudian diikuti banyaknya universitas di Indonesia yang membuka program S1
sampai S3 untuk ilmu bahasa.
Secara
umum, bidang ilmu bahasa dibedakan atas linguistik murni dan linguistik
terapan. Bidang linguistik murni mencakup fonetik, fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik. Sedangkan bidang linguistik terapan mencakup
pengajaran bahasa, penerjemahan, leksikografi, dan lain-lain. Beberapa bidang
tersebut dijelaskan dalam sub-bab berikut ini :
1.
Fonetik
Fonetik mengacu pada artikulasi bunyi bahasa. Para ahli
fonetik telah berhasil menentukan cara artikulasi dari berbagai bunyi bahasa
dan membuat abjad fonetik internasional sehingga memudahkan seseorang untuk
mempelajari dan mengucapkan bunyi yang tidak ada dalam bahasa ibunya. Misalnya
dalam bahasa Inggris ada perbedaan yang nyata antara bunyi tin dan thin, dan
antara they dan day, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak. Dengan mempelajari
fonetik, orang Indonesia akan dapat mengucapkan kedua bunyi tersebut dengan
tepat.
Abjad fonetik internasional, yang didukung oleh
laboratorium fonetik, departemen linguistik, UCLA, penting dipelajari oleh
semua pemimpin, khususnya pemimpin negara. Dengan kemampuan membaca abjad
fonetik secara tepat, seseorang dapat memberikan pidato dalam ratusan bahasa.
Misalnya, jika seorang pemimpin di Indonesia mengadakan kunjungan ke Cina, ia
cukup meminta staf-nya untuk menerjemahkan pidatonya ke bahasa Cina dan
menulisnya dengan abjad fonetik, sehingga ia dapat memberikan pidato dalam
bahasa Cina dengan ucapan yang tepat. Salah seorang pemimpin yang telah
memanfaatkan abjad fonetik internasional adalah Paus Yohanes Paulus II. Ke
negara manapun beliau berkunjung, beliau selalu memberikan khotbah dengan
menggunakan bahasa setempat. Apakah hal tersebut berarti bahwa beliau memahami
semua bahasa di dunia? Belum tentu, namun cukup belajar fonetik saja untuk
mampu mengucapkan bunyi ratusan bahasa dengan tepat.
2.
Fonologi
Fonologi mengacu pada sistem bunyi bahasa. Misalnya dalam
bahasa Inggris, ada gugus konsonan yang secara alami sulit diucapkan oleh
penutur asli bahasa Inggris karena tidak sesuai dengan sistem fonologis bahasa
Inggris, namun gugus konsonan tersebut mungkin dapat dengan mudah diucapkan oleh
penutur asli bahasa lain yang sistem fonologisnya terdapat gugus konsonan
tersebut. Contoh sederhana adalah pengucapan gugus ‘ng’ pada awal kata, hanya
berterima dalam sistem fonologis bahasa Indonesia, namun tidak berterima dalam
sistem fonologis bahasa Inggris. Kemaknawian utama dari pengetahuan akan sistem
fonologi ini adalah dalam pemberian nama untuk suatu produk, khususnya yang
akan dipasarkan di dunia internasional. Nama produk tersebut tentunya akan
lebih baik jika disesuaikan dengan sistem fonologis bahasa Inggris, sebagai
bahasa internasional.
3.
Morfologi
Morfologi
lebih banyak mengacu pada analisis unsur-unsur pembentuk kata. Sebagai
perbandingan sederhana, seorang ahli farmasi (atau kimia?) perlu memahami zat
apa yang dapat bercampur dengan suatu zat tertentu untuk menghasilkan obat flu
yang efektif; sama halnya seorang ahli linguistik bahasa Inggris perlu memahami
imbuhan apa yang dapat direkatkan dengan suatu kata tertentu untuk menghasilkan
kata yang benar. Misalnya akhiran -¬en dapat direkatkan dengan kata sifat dark
untuk membentuk kata kerja darken, namun akhiran -¬en tidak dapat direkatkan
dengan kata sifat green untuk membentuk kata kerja. Alasannya tentu hanya dapat
dijelaskan oleh ahli bahasa, sedangkan pengguna bahasa boleh saja langsung
menggunakan kata tersebut. Sama halnya, alasan ketentuan pencampuran zat-zat
kimia hanya diketahui oleh ahli farmasi, sedangkan pengguna obat boleh saja
langsung menggunakan obat flu tersebut, tanpa harus mengetahui proses
pembuatannya.
4.
Sintaksis
Analisis sintaksis mengacu pada analisis frasa dan
kalimat. Salah satu kemaknawiannya adalah perannya dalam perumusan peraturan
perundang-undangan. Beberapa teori analisis sintaksis dapat menunjukkan apakah
suatu kalimat atau frasa dalam suatu peraturan perundang-undangan bersifat ambigu (bermakna ganda) atau
tidak. Jika bermakna ganda, tentunya perlu ada penyesuaian tertentu sehingga
peraturan perundang-undangan tersebut tidak disalahartikan baik secara sengaja
maupun tidak sengaja.
5.
Semantik
Kajian semantik membahas mengenai makna bahasa. Analisis
makna dalam hal ini mulai dari suku kata sampai kalimat. Analisis semantik
mampu menunjukkan bahwa dalam bahasa Inggris, setiap kata yang memiliki suku
kata ‘pl’ memiliki arti sesuatu yang datar sehingga tidak cocok untuk nama
produk/benda yang cekung. Ahli semantik juga dapat membuktikan suku kata apa
yang cenderung memiliki makna yang negatif, sehingga suku kata tersebut
seharusnya tidak digunakan sebagai nama produk asuransi. Sama halnya dengan
seorang dokter yang mengetahui antibiotik apa saja yang sesuai untuk seorang
pasien dan mana yang tidak sesuai.
6.
Pengajaran Bahasa
Ahli bahasa adalah guru dan/atau pelatih bagi para guru
bahasa. Ahli bahasa dapat menentukan secara ilmiah kata-kata apa saja yang
perlu diajarkan bagi pelajar bahasa tingkat dasar. Para pelajar hanya langsung
mempelajari kata-kata tersebut tanpa harus mengetahui bagaimana kata-kata
tersebut disusun. Misalnya kata-kata dalam buku-buku Basic English. Para
pelajar (dan guru bahasa Inggris dasar) tidak harus mengetahui bahwa yang
dimaksud Basic adalah B(ritish), A(merican), S(cientific), I(nternational),
C(ommercial), yang pada awalnya diolah pada tahun 1930an oleh ahli linguistik
C. K. Ogden. Pada
masa awal tersebut, Basic English terdiri atas 850 kata utama.
Selanjutnya,
pada tahun 1953, Michael West menyusun General Service List yang berisikan dua
kelompok kata utama (masing-masing terdiri atas 1000 kata) yang diperlukan oleh
pelajar untuk dapat berbicara dalam bahasa Inggris. Daftar tersebut terus
dikembangkan oleh berbagai universitas ternama yang memiliki jurusan
linguistik. Pada tahun 1998, Coxhead dari Victoria University or Wellington,
berhasil menyelesaikan suatu proyek kosakata akademik yang dilakukan di semua
fakultas di universitas tersebut dan menghasilkan Academic Wordlist, yaitu
daftar kata-kata yang wajib diketahui oleh mahasiswa dalam membaca buku teks
berbahasa Inggris, menulis laporan dalam bahasa Inggris, dan tujuannya lainnya
yang bersifat akademik.
Proses
penelitian hingga menjadi materi pelajaran atau buku bahasa Inggris yang
bermanfaat hanya diketahui oleh ahli bahasa yang terkait, sedangkan pelajar
bahasa dapat langung mempelajari dan memperoleh manfaatnya. Sama halnya dalam
ilmu kedokteran, proses penelitian hingga menjadi obat yang bermanfaat hanya
diketahui oleh dokter, sedangkan pasien dapat langsung menggunakannya dan
memperoleh manfaatnya.
7.
Leksikografi
Leksikografi
adalah bidang ilmu bahasa yang mengkaji cara pembuatan kamus. Sebagian besar
(atau bahkan semua) sarjana memiliki kamus, namun mereka belum tentu tahu bahwa
penulisan kamus yang baik harus melalui berbagai proses.
Dua
nama besar yang mengawali penyusunan kamus adalah Samuel Johnson (1709-1784)
dan Noah Webster (1758-1843). Johnson, ahli bahasa dari Inggris, membuat
Dictionary of the English Language pada tahun 1755, yang terdiri atas dua
volume. Di Amerika, Webster pertama kali membuat kamus An American Dictionary
of the English Language pada tahun 1828, yang juga terdiri atas dua volume. Selanjutnya,
pada tahun 1884 diterbitkan Oxford English Dictionary yang terdiri atas 12
volume.
Saat
ini, kamus umum yang cukup luas digunakan adalah Oxford Advanced Learner’s
Dictionary. Mengapa kamus Oxford? Beberapa orang mungkin secara sederhana akan
menjawab karena kamus tersebut lengkap dan cukup mudah dimengerti. Tidak banyak
yang tahu bahwa (setelah tahun 1995) kamus tersebut ditulis berdasarkan hasil
analisis British National Corpus yang melibatkan cukup banyak ahli bahasa dan
menghabiskan dana universitas dan dana negara yang jumlahnya cukup besar.
Secara umum, definisi yang diberikan dalam kamus tersebut seharusnya dapat
mudah dipahami oleh pelajar karena semua entri dalam kamus tersebut hanya
didefinisikan oleh sekelompok kosa kata inti. Bagaimana kosa-kata inti tersebut
disusun? Tentu hanya ahli bahasa yang dapat menjelaskannya, sedangkan para
sarjana dan pelajar dapat langsung saja menikmati dan menggunakan berbagai
kamus Oxford yang ada dipasaran.
8.
Sosiolinguistik
Secara umum, bahasa dipahami sebagai sistem tanda arbiter
yang dipakai oleh manusia untuk tujuan komunikasi antara satu sama lain. Dengan
demikian, konteks sosial dalam penggunaan bahasa menjadi sesuatu yang penting untuk dikaji.
Menurut Chomsky, sosiolinguistik menyoroti segala yang dapat diperoleh dari
bahasa, dengan cara apa pendekatan sosial dapat menjelaskan segala yang
dikatakan dengan bahasa, oleh siapa, kepada siapa, pada saat kehadiran siapa,
kapan dan di mana, atas alasan apa, dan dalam keadaan bagaimana. Sementara
menurut Hymes (1971), perhatian sosiolinguistik tertuju pada kecakapan manusia
dalam menggunakan bahasa dengan tepat dalam latar yang berbeda. Kajian-kajian
sosiolinguistik bermanfaat untuk menyusun: (1) konsep dasar tentang guyub
tutur; (2) variasi dan perubahan bahasa (dialek dan kelompok sosial); (3)
kontak bahasa; (4) bahasa, kekuasaan, dan ketidaksetimbangan; (5) perencanaan,
kebijakan, dan praktek bahasa; (6) bahasa dan pendidikan; (7) metode penelitian
sosiolinguistik; (8) sosiolinguistik sebagai profesi (Hidayatullah, http://kampusislam.com//).
Panini
(500 SM) diyakini oleh banyak linguis sebagai pelopor pengkaji sosiolinguistik.
Dalam karyanya yang berjudul Astadhayayi—satu buku yang berisi tentang
stilistika bahasa—pengkajian sosiolinguistik mulai mendapat perhatian. Baru
beberapa abad kemudian, tepatnya pada abad 19, Schuchardt, Hasseling, dan Van
Name (1869-1897) untuk pertama kalinya memulai kajian tentang dialek bahasa
pedalaman Eropa dan kontak bahasa yang menghasilkan bahasa campuran.
Perkembangan kajian sosiolinguistik semakin menemukan titik cerah setelah de
Saussure (1857-1913) berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah fakta sosial yang
terdapat dalam masyarakat. Dalam hal ini, terdapat dua istilah yang masih
populer hingga saat ini: langue dan parole. Tak lama berselang, langkah de
Saussure ini ditindaklanjuti oleh beberapa sarjana bahasa Amerika Serikat,
seperti Franz Boas, Edward Sapir, dan Leonard Bloomfield yang melakukan
beberapa kajian bahasa, budaya, dan kognisi. Istilah sosiolinguistik digunakan pertama sekali oleh
Harver Currie pada tahun 1952. Tokoh ini sebelumnya melihat kajian linguistik
tidak memiliki perhatian terhadap realitas sosial.
9.
Pragmatik
Seorang
filosof yang bernama Charles Morris, memperkenalkan sebuah cabang ilmu yaitu
pragmatik. Pragmatik adalah kajian tentang hubungan tanda dengan orang yang menginterpretasikan tanda itu (Moris,
1938: 6 dalam Levinson, 1997: 1).Batasan
pengertian ilmu pragmatik juga dikemukakan oleh para ahli yang lain.Pragmatik
menurut Geoffrey Leech (1993: 8) adalah ilmu tentang maksud dalam hubungannya
dengan situasi-situasi tuturan (speech situation). Proses tindak tutur ditentukan oleh
konteks yang menyertai sebuah tuturan tersebut. Dalam hal ini Leech menyebutnya
dengan aspek-aspek situasi tutur, antara lain : pertama, yang menyapa (penyapa)
dan yang disapa (pesapa); kedua, konteks sebuah tuturan; ketiga, tujuan sebuah
tuturan; keempat, tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan tindak tutur (speech
act); dan kelima, tuturan sebagai hasil tindak verbal (Leech, 1993:
19-20).
George
Yule dalam bukunya Pragmatics (1996) mengemukakan bahwa “Pragmatics
is the study of speaker meaning as distinct from word or sentence meaning (1996: 133), yang berarti pragmatik
mempelajari tentang makna yang dimaksudkan penutur yang berbeda dengan makna
kata atau makna kalimat. Batasan ini mengemukakan bahwa makna yang dimaksudkan
oleh penutur merupakan tuturan yang telah dipengaruhi oleh berbagai situasi
tuturan, hal ini berbeda dengan makna kata atau kalimat, karena makna kata atau
kalimat merupakan makna yang sesuai dengan makna yang berdasarkan arti yang
tertulis saja. Pengertian pragmatik dapat diintisarikan sebagai ilmu yang
mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yang ditentukan oleh konteks dan
situasi yang melatarbelakangi pemakaian bahasa dalam komunikasi yang merupakan
dasar penentuan pemahaman maksud penggunaan tuturan oleh penutur dan mitra
tutur.
Menurut pendapat
Parker (1986) pragmatik adalah cabang linguistik yang mempelajari struktur
bahasa secara eksternal, hal ini mempunyai maksud bagaimana satuan lingual
tertentu digunakan dalam komunikasi yang sebenarnya. Antara studi tata bahasa
dan pragmatik dibedakan menurut Parker. Hal tersebut dapat diamati dalam
kutipan berikut.
“Pragmatics is
study of how language is used to communicate. Pragmatics is distinct from
grammar, which is the study of the internal struture of language (Parker,
1986:11).”
‘Pragmatik
mempelajari bagaimana bahasa digunakan untuk berkomunikasi. Pragmatik berbeda
dengan tata bahasa, yang mempelajari struktur internal bahasa.’
Jadi menurut Parker bahwa studi tata
bahasa dianggapnya sebagai studi bahasa secara internal, dan pragmatik studi
bahasa secara eksternal. Batasan yang dikemukakan parker tersebut dapat
dikatakan pula bahwa studi kajian tata bahasa dianggap sebagai studi yang bebas
konteks (context independent).
10 Pskolinguistik
Psikolinguistik adalah penggabungan antara dua kata ‘psikologi’ dan
‘linguistik’. Psikolinguistik mempelajari faktor-faktor psikologis dan
neurobiologis yang memungkinkan manusia mendapatkan, menggunakan, dan memahami
bahasa. Kajiannya semula lebih banyak bersifat filosofis, karena masih
sedikitnya pemahaman tentang bagaimana otak manusia berfungsi. Oleh karena itu
psikolinguistik sangat erat kaitannya dengan psikologi kognitif. Penelitian
modern menggunakan biologi, neurologi, ilmu kognitif, dan teori informasi untuk
mempelajari cara otak memroses bahasa.
Psikolinguistik meliputi proses kognitif yang bisa
menghasilkan kalimat yang mempunyai arti dan benar secara tata bahasa dari
perbendaharaan kata dan struktur tata bahasa, termasuk juga proses yang membuat
bisa dipahaminya ungkapan, kata, tulisan, dan sebagainya. Psikolinguistik
perkembangan mempelajari kemampuan bayi dan anak-anak dalam mempelajari bahasa,
biasanya dengan metoda eksperimental dan kuantitatif (berbeda dengan observasi
naturalistik seperti yang dilakukan Jean Piaget dalam penelitiannya tentang
perkembangan anak).
C. Permasalahan Filsafat Ilmu dan
Linguistik
1. Perlukah
Pembelajar Linguistik Mempelajari Filsafat Ilmu?
2.
Apa Peranan Filsafat Ilmu terhadap
Linguistik?
BAB
2
PEMBAHASAN
A.
Perlunya
Pembelajar Linguistik Mempelajari Filsafat Ilmu
Lulusan program lingustik
diarahkan menjadi ilmuwan, profesional,
diharapkan mampu menerapkan dan mengembangkan ilmu (penelitian, eksperimentasi,
implementasi):
Dalam
praktiknya di lapangan mereka menghadapi
permasalahan mendasar Dalam
penerapan, pengembangan dan penemuan teori/ilmu tidak cukup hanya mendasarkan
pada ketrampilan pengetahuan dan kemampuan penguasaan konsep-konsep serta
teori-teori keilmuan dalam bidangnya masing-masing, akan tetapi juga landasan
pemahaman mengenai hakikat ilmu (dasar ontologis), cara pengembangan ilmu
(dasar epistemologis), dan kaidah-kaidah moral-etika-agama sebagai dasar
pertimbangan mengenai untuk apa teori/ilmu itu dikembangkan, diterapkan, atau
ditemukan (dasar aksiologis).
Seorang ilmuwan dan profesional
dituntut pertanggungjawaban kemampuan pemahaman: ontologis, epistemologis dan
aksiologis keilmuan.
B.
Peranan
Filsafat Ilmu terhadap Linguistik
Kebanyakan
pakar dalam mengupas hubungan ilmu bahasa dan filsafat selalu menempatkan
filsafat kedalam posisi yang prestisius. Hal ini tidaklah aneh mengingat filsafat
adalah roh dari semua ilmu termasuk ilmu bahasa. Kajian bahasa pertama kalipun
justru dilakukan oleh filosof dan bukan oleh ahli bahasa. Pada jaman dulu, para
filosof memecahkan berbagai macam problem filsafat melalui pendekatan analisis
bahasa. Sebagai contoh problem filsafat yang menyangkut pertanyaan-pertanyaan
kefilsafatan mendasar seperti yang ada, reality, eksistensi, sensi substansi,
materi, bentuk kausalitas, makna pernyataan dan verifikasinya (Katsoff,
1989:48-63) dan pertanyaan-peranyaan fundamental lainnya dapat dijelaskan
dengan menggunakan analisis data bahasa. Tradisi ini oleh para ahli sejarah
filsafat disebut sebagai Filsafat Analitik, yang berkembang di Eropa terutama
di Inggris abad XX.
Semua
ahli filsafat sepakat bahwa ada hubungan yang sangat erat antara filsafat dan
bahasa terutama yang berhubungan dengan peran pokok filsafat sebagai analisator
konsep-konsep. Konsep-konsep yang dianalisa filsafat memiliki raga kuat karena
berbentuk istilah-istilah bahasa dan karenanya, tidak bisa tidak, filosof harus
memahami makna “apa itu bahasa” yang selalu digunakan dalam memahami
konsep-konsep tersebut.
Sejak
zaman Yunani kuno, sudah muncul paham Phusis yang menyatakan bahwa bahasa
bersifat alamiah (fisei atau fisis), yaitu bahasa mempunyai hubungan dengan
asal-usul, sumber dalam prinsip-prinsip abadi dan tidak dapat diganti di luar
manusia itu sendiri dan karena itu tidak dapat ditolak. Dengan demikian dalam
bahasa ada keterkaitan antara kata dan alam. Tokoh paham natural ini
diantaranya Cratylus dalam Dialog Pluto (Solikhan, 2008:55)
Paham
naturalis ini mendapat penentangan dari paham Thesis yang berpendapat bahwa
bahasa bersifat konvensi (nomos). Bahasa diperoleh dari hasil-hasil tradisi,
kebiasaan berupa tacit agreement (persetujuan diam). Bahasa bukan pemberian
Tuhan, melainkan bersifat konvensional. Pendapat ini diwakili oleh Hermoganes
dalam Dialog Pluto (Kaelan, 1998:29)
Dikotomi
spekulatif tentang hakikat bahasa fusie dan nomos merupakan pusat perhatian
filosof pada saat itu. Demikian juga dikotomi analogi dan anomali merupakan
diskursus filosofis yang mendasar mengingat bahasa merupakan sarana utama dalam
filsafat terutama dalam logika. Golongan analogi yang dianut kelompok Plato dan
Aristoteles mengatakan bahwa alam ini memiliki keteraturan demikian juga
manusia yang terefleksi dalam bahasa. Oleh karena itu bahasa memiliki
keteraturan dan disusun secara teratur. Sebaliknya, kaum Anomalis berpendapat
bahwa bahasa tidak memiliki keteraturan. Mereka mununjukkan bukti kenyataan
sehari-hari mengapa ada kata yang bersifat sinonim, dan homonim, mengapa ada
unsur kata yang bersifat netral, dan jika bahasa itu bersifat universal
seharusnya kekacauan itu dapat diperbaiki. Dalam pengertian inilah bahasa pada
hakekatnya bersifat alamiah (Parera dalam Solikhan, 2008:
55).
Perbedaan-perbedaan
perspektif tentang bahasa dan segala hal yang berkaitan namun tetap
berada dalam payung bahasa, yang dilakukan oleh para filosof ternyata memiliki
kontribusi yang demikian besar terhadap kemajuan dari ilmu bahasa. Perbedaan-perbedaan
ini memunculkan adanya diskusi, dialog, bahkan debat. Diskusi, dialog,
dan dan debat inilah yang menyuntikkan darah segar pada para filosof
untuk selalu melahirkan inovasi-inovasi dan revisi-revisi terhadap teori
lama yang berkenaan dengan bahasa. Dimulai dengan dimunculkannya filsafat
bahasa oleh para filosof yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi
mengenai hakikat bahasa, sebab, asal dan hukumnya (yang kemudian menjadi embrio
dari lahirnya ilmu bahasa atau linguistik) (Sallyanti, 2004:1), maka lahirlah
ilmu bahasa atau linguistik yang kita kenal dewasa ini.
BAB
3
PENUTUP
Kesimpulan
Implikasi
mempelajari filsafat ilmu yaitu sebagai berikut Bagi seseorang yang mempelajari
filsafat ilmu diperlukan pengetahuan dasar yang memadai tentang ilmu, baik ilmu
alam maupun ilmu sosial, supaya ilmuan memiliki landasan berpijak yang kuat.
Ini berarti ilmuan sosial perlu mempelajari ilmu-ilmu kealaman secara garis
besar, demikian pula seorang ahli ilmu kealaman perlu memahami dan mengetahui
secara garis besar tentang ilmu-ilmu sosial. Sehingga ilmu yang satu dengan
ilmu yang lainnya saling menyapa, bahkan dimungkinkan terjalinnya kerjasama
yang harmonis untuk memecahkan persoalan-persoalan kemanusiaan.
Menyadarkan seorang ilmuan agar tidak
terjebak kedalam pla pikir “menara gading”, yakni hanya berfikir murni dalam
bidangnya tanpa mengkaitkannya dengan kenyataan yang ada diluar dirinya.
Padahal setiap aktifitas keilmuan nyaris tidak dapat dilepaskan dari konteks
kehidupan sosial-kemasyarakatan.
Begitu kompleks permasalahan yang
terjadi dalam kebahasaan yang diimbangi pula bahwa Ilmu bahasa terus berkembang
dan semakin memainkan peran penting dalam dunia ilmu pengetahuan. Hal ini
dibuktikan dengan semakin majunya program pascasarjana bidang linguistik di
berbagai universitas terkemuka (UCLA, MIT, Oxford, dll). Buku-buku karya ahli
bahasa pun semakin mendapat perhatian. Salah satu buktinya adalah buku The
Comprehensive Grammar of the English Langauge, yang terdiri atas 1778 halaman,
yang acara peluncurannya di buka oleh Margareth Thatcher, pada tahun 1985.
Respon yang luar biasa terhadap buku tersebut membuatnya dicetak sebanyak tiga
kali dalam tahun yang sama. Buku tata bahasa yang terbaru, The Cambridge
Grammar of the English Language, tahun 2002, yang terdiri atas 1842 halaman,
ditulis oleh para ahli bahasa yang tergabung dalam tim peneliti internasional
dari lima negara. Hal ini semakin memberikan kemudahan dalam analisis
terkait Ilmu Linguistik.
DAFTAR PUSTAKA
Beni, Ahmad Saebani (2009), Filsafat
Ilmu. Bandung: Pustaka Setia.
Gie, The Liang. (2000). Pengantar
filsafat ilmu. Yogyakarta: Liberty
Mustansyir, Rizal. dan Munir, Misnal. (2001). Filsafat ilmu. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar (anggota IKAPI).
Tafasir, Ahmad. (2010). Filsafat
Ilmu. Bandung: Rosda
http://getuk.wordpress.com/2006/11/16/ruang-lingkup-filsafat-ilmu/ di akses pada tanggal 8 maret 2012.
Abdul Chaer.
1994. Linguistik Umum. Cetakan I. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Abdul Syukur
Ibrahim. 1993. Kajian
Tindak Tutur. Cetakan I. Surabaya: Usaha Nasional.
Bach, Kent. Harnish, Robert
M. 1979. Linguistic
Communication and Speech Acts. Cambridge Mass: MIT Press.
Bambang Kaswanti Purwa. 1990. Pragmatik dan Pengajaran
Bahasa.Cetakan I. Jogjakarta:
Kanisius.
Crystal, David. 1989. The Cambridge Ensyclopedia
of Language.Cambridge: Cambridge University press.
Edi Subroto, D. 1992. Pengantar
Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta: Sebelas Maret
University Press.
Fromkin,
Victoria & Robert Rodman. 1998. An
Introduction to Language (6th
Edition).
Halliday, M.A.K dan Ruqaiya Hasan.1990. Bahasa, Konteks, dan Teks. (dalam terjemahan Asrudin
Barori Tou) Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Harimurti Kridalaksana. 2001. Kamus Linguistik. Edisi Ketiga. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Higgin, Graham. 2000. A
Philosophical Anthology. Inggris:
Penguin Books (dalam terjemahan Basuki). 2004. Antologi Filsafat.
Yogyakarta: PT Bentang Pustaka.
Hornby, A.S. 1995. Oxford Advanced Learner’s
Dictionary (5th edition). Oxford: Oxford University Press.
Hidayatullah, Syarif. 2008. Sosiolinguistik. http://kampusislam.com//(diakses
pada Selasa, 15 Januari 2010 pukul 13.00 Wib)
I Dewa Putu Wijana.1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset..
Johnson, Donna M.
1992. Approaches to
Research in Second Language Learning. New York: Longman Publishing Group.
Lightbown, Patsy M dan Nina Spada. 1999. How Languages Are Learned
(Revised Edition). Oxford : Oxford University Press
Matthews, Peter.
1997. The Concise Oxford
Dictionary of Linguistics. Oxford: Oxford
Rahardi,
Kunjama. 2001. Sosiolinguistik,
Kode, dan Alih Kode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Robins, R.H.
1990. A Short History of Linguistics. London: Longman.
Sumarsono. 2007. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sumarsono. 2007. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Werdiningsih,
Dyah. 2002. Menulis I. Malang: FKIP Unisma.
Wijana, Dewa Putu
dan Rohmadi, Muhammad. 2006. SOSIOLINGUISTIK Kajian Teori
dan Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
No comments:
Post a Comment