PERSEPSI
UJARAN
- PENGANTAR
Ketika kita mendengar orang lain bicara, kita merasakan
hal itu dengan wajar saja. Bahkan mungkin kita bisa mendengarkannya sambil
mengerjakan pekerjaan lain. Kita tidak menyadari kalau ujaran yang diwujudkan dalam
bentuk bunyi itu merupakan hal yang kompleks. Hal ini akan
terasa ketika kita
mendegar orang dalam bahasa asing, kita akan mendengarkan penutur dengan
perhatian yang tinggi, bahkan mungkin kita menerjemahkan ucapannya perkata, baru kita
dapat memahami kalimat yang disampaikan.
Masalah yang dihadapi oleh pendengar
adalah bahwa pendengar harus meramu setiap bunyi yang dikeluarkan penutur
sehingga menjadi kata yang memiliki makna dan sesuai dengan konteks ketika kata
itu diucapkan. Mungkin, bagi penutur asli hal ini tidaklah menjadi masalah,
tetapi lain halnya bagi jika pendengarnya adalah orang asing. Hal ini bisa
menjadi sangat rumit
karena bisa menimbulkan persepsi yang yang
lain dari makna kata yang sesungguhnya.
Masalah lain juga akan muncul ketika
ucapan itu dituturkan dengan tempo yang cepat. Seperti misalnya dalam Bahasa Inggris orang
rata-rata mengeluarkan 125-180 kata tiap menit (Dardjowidjodjo,2003:31). Disamping
kecepatan ujaran, kadang kala bunyi-bunyian tidak diucapkan secara utuh tetapi
seperti lebur dalam bunyi yang lainnya. Kita sebagai pendengar harus bisa
menentukan mana ikut yang mana. Dengan demikian kita akan bisa memersepsi
ujaran itu dengan baik. Masalah
segmentasi ini menuntut kita untuk mampu memilih dan menggabungkan kata-kata
yang tertindih itu agar pemahaman yang kita dapatkan utuh, hal ini merupakan integrasi yang
dilakukan dalam
memersepsi ujaran-ujaran
tersebut.
- PENGERTIAN
PERSEPSI UJARAN
Ujaran adalah suara murni (tuturan),
langsung, dari orang yang berbicara (http:www.hanny.blogdetik.com) .Jadi ujaran
itu adalah sesuatu baik berupa kata ataupun kalimat yang keluar dari mulut manusia dan mempunyai arti. Dengan adanya
ujaran ini,
maka akan munculah makna sintaksis, semantik, dan
pragmatik.
Persepsi
merupakan suatu proses penginderaan, stimulus yang diterima oleh individu
melalui alat indera yang kemudian diinterpretasikan sehingga individu dapat
memahami dan mengerti tentang stimulus yang diterimanya tersebut.
(http://www.duniapsikologi.com)
Persepsi ujaran adalah peristiwa
ketika telinga menangkap sebuah bunyi yang dapat berupa bunyi lepas, kata, atau
kalimat (Su’udi, 2011 :19). Persepsi terhadap ujaran bukanlah suatu hal yang mudah
dilakukan oleh manusia karena ujaran merupakan suatu aktivitas verbal
yang meluncur tanpa ada batas waktu yang jelas antara satu kata dengan kata
yang lain.(
Dardjowidjodjo,2003:49)
Berdasarkan pendapat para ahli
diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi ujaran merupakan suatu peristiwa ketika telinga menangkap
bunyi, kata maupun kalimat,
yang dapat menimbulkan makna sintaksis, semantik dan pragmatik.
- PENGELOMPOKAN PERSEPSI BUNYI:
Persepsi
terhadap bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat bicara dikelompokan menjadi
dua, yakni:
1. Persepsi
terhadap bunyi yang berupa satuan struktural, yaitu vokal dan konsonan.
2. Persepsi
terhadap bunyi yang berupa cepat-lambat, kelantangan, tekanan, dan nada.
(http://haninursyam.wordpress.com/2012/10/06/psikolinguistik-persepsi-ujaran/#more-336)
- PENELITIAN TERHADAP PERSEPSI UJARAN
Penelitian
terhadap perspsi ujaran sudah dimulai menjelang Perang Dunia II tahun 1939
(Gleason dan Ratner 1998 : 109). Pada tahun 1936 – 1939 Homer Dudely dari Bell
Telephone Laboratory, Amerika mengembangkan mesin yang dinamakan vocoder. Pada
mulanya Vocoder diciptakan sebagai alat transmisi sinyal suara dengan menganalisis
dan merekam pidato menjadi sinyal sederhana yang berisi sedikit informasi. Dudely dan rekannya menyatakan
bahwa suara yang alami mengandung informasi yang spesifik dan beragam, Hal ini mengandung arti bahwa banyak faktor yang
berkontribusi dalam pemahaman persepsi terhadap suara, tetapi hanya beberapa faktor saja yang bisa
diinterpretasi, baik dalam penelitian laboratorium maupun melalui telepon.
This
means that many factors may contribute to our recognition of a speech sound ;
only some of them need to be transmitted.
Dudely and others quickly came to appreciate that natural speech
contains redundant (multiply specified) information. This means that many
factors may contribute to our recognition of speech sound only some of them
need to be present for speech to be interpreted, either in laboratory
experiments or over the telephone (Gleason and Ratner 1998 : 109)
Karena kelemahan
dalam Vocoder, kemudian pada tahun 1940-an, perusahaan telepon ini
mengembangkan spektograf, yakni alat untuk merekam suara dalam bentuk garis
tebal-tipis dan panjang pendek yang dinamakan spektogram. Alat ini menganalisis
sinyal audio berdasarkan frekuensi distribusi suara (spektrum). Dalam
menganalisis suara, spektograf menampilkan frekuensi pada ordinan (y), waktu
(x) dan amplitudo melalui ketebalan tanda (darkness
of marking).
Setelah beberapa tahun, telah dikembangkan beberapa peralatan audio yang canggih
sehingga membantu peneliti dalam meneliti persepsi ujaran.
- HAMBATAN DALAM PERSEPSI UJARAN
Menurut Su ‘udi hambatan persepsi
ujaran dijabarkan sebagai berikut
“Ketidakmampuan manusia dalam menangkap bunyi yang didengar bisa
disebabkan oleh berbagai sebab, antara lain disebabkan oleh ketidaksempurnaan
organ dengar dan materi yang didengar. Ketidaksempurnaan persepsi bunyi antara
lain disebabkan oleh kecepatan bunyi yang didengar.” Su’udi 2011 :19
Yang akan dibahas oleh klompok kami
adalah yang nomor dua yaitu hambatan persepsi ujaran yang disebabkan oleh kecepatan bunyi materi yang didengar,
contohnya akan dipragakan dalam vidio iklan yang berbicara cepat dan acara
brita.
Ketidakamampuan manusia dalam
mempersepsi ujaran bisa juga dipengaruhi oleh Tilas Neurofisiologis
(Neurophysiological Trace) yaitu jejak/ tilas di otak yang menunjukkan bahwa
dia pernah mendengar bunyi tertentu (Su’udi,2011:20) contohnya :
Seseorang yang belum pernah
mendengarkan bunyi-bunyian Bahasa Belanda akan merasa kebingngan dan sukar
mempersepsikan dialog ini :
a.Zegt wie is De Meneer daar ?.Kent u hem niet?
b.Nee..
a.Het is meneer De Vos. Hij werk bij de bank, hier op de
hoek van de straat.
b. Is hij
bediende?
a.Nee.. Hij is nu
directur.
b.Directure? Ja
dat is interesant. Heeft hij een dochter?
c Ja maar ze is
all getrouwd.
Kita akan
kesulitan jika belum memiliki tilas neuropsiologis dan diminta untuk menirukani
percakapan dari penutur jati Bahasa Spanyol
dibawah ini :
A : Como comes Eso? (how do you eat that?)
B : Las Patas De Cangrejos? ( The crab legs ?)
A : Si ( yes)
B : Con Estaz Pinsas, Rompes Le do foera y sacas la
carne. ( With this cracker, you break the outside and you eat the meat )
A : Me das? ( can you give me that)
B :Mmmmmm.....( yummy...)
Masalah persepsi ujaran vberikutnya dijelaskan dalam
penelitian Thomas Schovel.(Schovel , 1998 : 51)
Menurut Thomas Scovel “ Listener do not accuratly record
what they hear ; rather they report what they excpected to hear from the context , even if it means they must
add a sound that was never actually spoken
at the beginning of the target word.”
Hal ini di buktikan dengan penelitian , ketika subjecet
diminta untuk menuliskan enam kata berikut ini :
1.It was found that the eel was on the exel
2.It was found that the eel was on the shoe
3.It was found that the
eel was on the oranges
4.It was found that the eel was on the table.
Subjek penelitian membuat persepsi pada
kalimat 1 kata eel menjadi wheel, kalimat no 2 kata eel menjadi heel, kalimat
no 3 kata eel menjadi peel, kalimat no 4 kata eel menjadi meal masuknya pfonem yang berbeda dalam contoh kalimat diatas, dinamakan phonem
restoration effect. Pendengar tidak
secara akurat merekam apa yang didengar , tetapi pendengar merekam kata-kata
tersebut berdasarkan konteks , meskipun pendengar harus menambahkan suara yang
tidak ada pada kalimat tersebut. Dalam penelitian Thomas Schovel dapat
disimpulkan bahwa, pendengar tidak mendengarkan setiap kata yang diperdengarkan
, karena persepsi bukan proses pasif recording. Pendengar bukan seperti tape
recorder yang bisa merekam sama persis bunyi yang diperdengarkan. Persepsi
sangat dipengaruhi oleh wacana yang
pendengar. Pendengar tidak mendengarkan secara terpisah tetapi pendengar mencari konsistensi dan
kemungkinan yang mungkin meskipun harus menambahakan suara atau membuat kata
baru.
- TAHAP
PERSEPSI UJARAN
Persepsi terhadap ujaran bukanlah
hal yang mudah dilakukan oleh manusia karena ujaran merupakan suatu aktivitas
verbal yang meluncur tanpa ada batas waktu yang jelas antara satu kata dengan
kata yang lain, contohnya tiga ujaran berikut : a) Bukan angka, b) Buka
nangka c) Bukan nangka. Meskipun ketiga ujaran ini berbeda maknanya satu
dari yang lain, dalam pengucapannya ketiga bentuk ujaran ini bisa sama [bukanaNka].
Di samping itu, suatu bunyi juga
tidak diucapkan secara persis sama tiap kali bunyi itu muncul. Bagaimana suatu
bunyi diucapkan dipengaruhi oleh lingkungan di mana bunyi itu berada. Bunyi [b]
pada kata buru, misalnya, tidak persis sama dengan bunyi [b] pada
kata biru. Pada kata buru bunyi /b/ dipengaruhi oleh bunyi /u/
yang mengikutinya sehingga sedikit banyak ada unsur pembundaran bibir dalam
pembuatan bunyi ini. Sebaliknya, bunyi yang sama ini akan diucapkan
dengan bibir yang melebar pada kata biru karena bunyi /i/ merupakan
bunyi vokal depan dengan bibir melebar ( Dardjowidjodjo,2003:49)
Namun demikian, manusia tetap saja
dapat mempersepsi bunyi-bunyi bahasanya dengan baik. Tentu saja persepsi
seperti ini dilakukan melalui tahap-tahap tertentu. Pada dasarnya ada tiga
tahap dalam pemrosesan persepsi bunyi (Clack & Clark, 1977 dalam Dardjowidjodjo) :
1. Tahap auditori:
Pada tahap ini orang mendengar bunyi
dan menerima seluruhnya pada ingatan sensorial tanpa melakukan analisis apapun.
Tahap auditori sifatnya tidak bisa menyimpan masukan dalam jangka panjang dan
analisis atau pemrosesannya terbatas pada pembedaan apakah bunyi itu bunyi
manusia, barang ataupun lainnya (Su’udi, 2011:21)
Menurut Dardjowidjojo,2003 manusia
menerima ujaran sepotong demi sepotong pada tahap auditori. Ujaran ini kemudian
ditanggapi dari segi fitur akustiknya. Konsep-konsep seperti titik artikulasi,
cara artikulasi, fitur distingtif, dan Voice Onset Time (VOT) sangat bermanfaat di sini karena ihwal seperti
inilah yang memisahkan satu bunyi dari bunyi yang lain. Bunyi-bunyi dalam
ujaran itu kita simpan dalam memori auditori kita.
2. Tahap fonetik
Tahap
selanjutnya adalah tahap fonetik dimana terjadi pemilahan antara bunyi yang
tidak fonemis dan yang fonemis. Pada umumnya orang hanya memersepsi bunyi ynag
fonemis dalam bahasa ibunya atau dalam bahasa yang dikuasainya.
Bunyi-bunyi itu kemudian kita
identifikasi. Dalam proses mental kita,kita lihat, misalnya apakah bunyi
tersebut [+konsonantal], [+vois], [+nasal], dst. Begitu pula lingkungan bunyi
itu : apakah bunyi tadi diikuti oleh vokal atau oleh konsonan. Kalau oleh
vokal, vokal macam apa – vokal depan, vokal belakang, vokal tinggi, vokal
rendah, dsb. Seandainya ujaran itu adalah Bukan nangka , maka mental
kita menganalisis bunyi /b/ terlebih dahulu dan menentukan bunyi apa yang kita
dengar itu dengan memperhatikan hal-hal seperti titik artikulasi, cara
artikulasi, dan fitur distingtifnya. Kemudian VOT nya juga diperhatikan karena
VOT inilah yang akan menetukan kapan getaran pada pita suara itu terjadi.
Segmen-segmen bunyi ini kemudian
kita simpan di memori fonetik. Perbedaan antara memori auditori dengan memori
fonetik adalah bahwa pada memori auditori semua variasi alofonik yang ada pada
bunyi itu kita simpan sedangkan pada memori fonetik hanya fitur-fitur yang
sifatnya fonemik saja. Misalnya, bila kita mendengar bunyi [b] dari kata buntu
maka yang kita simpan pada memori auditori bukan fonem /b/ dan bukan hanya
titik artikulasi, cara artikulasi, dan fitur-fitur distingtifnya saja tetapi
juga pengaruh bunyi /u/ yang mengikutinya. Dengan demikian maka [b] ini
ssedikit banyak diikuti oleh bundaran bibir (lip – rounding) . Pada
memori fonetik, hal-hal seperti ini sudah tidak diperlukan lagi karena begitu
kita tangkap bunyi itu sebagai bunyi /b/ maka detailnya sudah tidak signifikan
lagi. Artinya, apakah /b/ itu diikuti oleh bundaran bibir atau tidak, tetap
saja bunyi itu adalah bunyi /b/.
Analisis mental yang lain adalah
untuk melihat bagaimana bunyi-bunyi itu diurutkan karena urutan bunyi inilah
yang nantinya menentukan kata itu kata apa. Bunyi /a/, /k/, dan /n/ bisa
membentuk kata yang berbeda bila urutannya berbeda. Bila /k/ didengar terlebih
dahulu, kemudian /a/ dan /n/ maka akan terdengarlah bunyi /kan/; bila /n/ yang
lebih dahulu, maka terdengarlah bunyi /nak/ (
Dardjowidjodjo,2003:51)
3. Tahap fonologis :
Disini orang melakukan analisis
lebih lanjut dengan memilah bunyi yang sesuai dengan fonotaktik bahasanya dan
mengabaikan yang tidak sesuai. Setelah memastikan bahwa bunyi yang didengar
adalah fonem, dan gabungannya adalah morfem, barulah pencarian makna dimulai.
Dapat ditambahkan bahwa proses ini masih terjadi di ingatan sensorial, yaitu
bagian ingatan yang hanya menyimpan masukan dalam jangka yang sangat pendek,
sekitar sepersepuluh detik. (Su’udi, 2011:22)
Pada tahap ini mental kita
menerapkan aturan fonologis pada deretan bunyi yang kita dengar untuk menetukan
apakah bunyi-bunyi tadi sudah mengikuti aturan fonotaktik yang pada
bahasa kita. Untuk bahasa Inggris, bunyi / ŋ /
tidak mungkin memulai suatu suku kata. Karena itu, penutur Inggris pasti tidak
akan menggabungkannya dengan vokal. Seandainya ada urutan bunyi ini dengan
bunyi yang berikutnya, dia pasti akan menempatkan bunyi ini dengan bunyi di
mukanya, bukan di belakangnya. Dengan demikian deretan bunyi /b/, /Ə/, /
ŋ /, /i/, dan /s/ pasti akan
dipersepsi sebagai beng dan is , tidak mungkin be dan ngis.
Orang Indonesia yang mendengar
deretan bunyi /m/ dan /b/ tidak mustahil akan mempersepsikannya sebagai
/mb/ karena fonotaktik dalam bahasa kita memungkinkan urutan seperti ini
seperti pada kata mbak dan mbok meskipun kedua-duanya pinjaman
dari bahasa Jawa. Sebaliknya, penutur Inggris pasti akan memisahkan kedua bunyi
ini ke dalam dua suku yang berbeda.
Kombinasi bunyi yang tidak
dimungkinkan oleh aturan fonotaktik bahasa tersebut pastilah akan ditolak.
Kombinasi /kt/, /fp/, atau /pk/ tidak mungkin memulai suatu suku sehingga kalau
terdapat deretan bunyi /anaktuhgal/ tidak mungkin akan dipersepsi sebagai /ana/
dan /ktuhgal/ secara mental dengan melalui proses yang sama. Kemudian bunyi
/k/, dst. Sehingga akhirnya semua bunyi dalam ujaran itu teranalisis. Yang akan
membedakan antara bukan nangka, bukan angka, dan buka nangka adalah
jeda (juncture) yang terdapat antara satu kata dengan kata lainnya ( Dardjowidjodjo,2003:52)
- KESIMPULAN
Persepsi ujaran ternyata tidaklah
sesederhana yang kita pikirkan, di dalamnya terdapat proses atau tahapan
bagaimana suatu persepsi terhadap suatu ujaran itu terjadi. Melalui
tahapan-tahapan tersebut kita sebagai pendengar dapat menafsirkan bunyi yang
diujarkan oleh penutur dan memahaminya secara tepat dan sesuai dengan
maksud si penutur.
DAFTAR
PUSTAKA
Scovel, Thomas. 1998. Psycholinguistics. New York: Oxford
University Press.
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2003. Psikolinguistik. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta
Gleason,
Jean Berko dan Nan Bernstein Ratner, eds. 1998. Edisi kedua. Psycholinguistics. New
York : Harcourt Brace Colege Publisher.
Su’udi,
Astini. 2011. Pengantar Psikolinguistik
bagi Pembelajar Bahasa Perancis.Widya
Karya: Semarang
SITOGRAFI
(http://haninursyam.wordpress.com/2012/10/06/psikolinguistik-persepsi-ujaran/#more-336)
Assalamualaikum.
ReplyDeletePak, bagaimana ya cara menentukan judul penelitian dari materi persepsi ujaran ini?
Saya sedang ada tugas untuk membuat proposal penelitian.
Tolong bantu buka wawasan saya suapay bisa ketemu judul yang pas.
terima kasih